Wednesday, June 25, 2025

G77 Jadi Pilar Damai Dunia Multipolar

4:59:00 PM

Pertemuan South Summit ketiga yang digelar di Kampala, Uganda, awal tahun 2024 lalu bukan sekadar forum biasa negara-negara berkembang. Dalam bayang-bayang dunia yang semakin multipolar dan penuh rivalitas, Grup 77 atau G-77 tampil dengan tekad memperkuat peran negara-negara Selatan sebagai kekuatan penyeimbang global. Dengan anggota yang kini mencapai 134 negara, G-77 diyakini bisa menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong perdamaian dan stabilitas internasional yang berkelanjutan.

G-77 lahir dari semangat solidaritas dan kemandirian negara-negara berkembang yang merasa terpinggirkan dalam struktur global pasca-Perang Dunia II. Sejak berdiri pada 15 Juni 1964 di sela-sela Konferensi UNCTAD di Jenewa, kelompok ini telah mengalami perluasan pengaruh secara signifikan, tidak hanya dalam urusan ekonomi dan pembangunan, tetapi juga dalam diplomasi dan isu-isu strategis global. Di era multipolar saat ini, keberadaan G-77 menjadi semakin relevan.

South Summit yang menjadi forum pengambilan keputusan tertinggi G-77 berupaya mengonsolidasikan suara negara-negara anggotanya dalam berbagai isu global, mulai dari ketimpangan perdagangan, perubahan iklim, hingga tata kelola digital. Tema yang diangkat di Kampala, “Leaving No One Behind”, menggambarkan semangat inklusivitas yang ditawarkan G-77 untuk memastikan tidak ada negara yang tersingkir dalam arus perubahan dunia.

Dalam realitas multipolar, di mana kekuatan Barat dan Timur terus bersaing dan sering kali membawa blok-blok ideologis baru, G-77 hadir sebagai kekuatan yang mencoba memutus ketergantungan terhadap kutub manapun. Dalam konteks ini, pendekatan bebas-aktif seperti yang dipraktikkan Indonesia menjadi representasi kebijakan luar negeri yang cocok dengan semangat G-77. Presiden Prabowo Subianto menegaskan prinsip ini saat lebih memilih menghadiri Forum Ekonomi St. Petersburg dibandingkan G7, sebagai bentuk konsistensi atas komitmen dan prinsip non-blok.

G-77 dapat menjadi kanal diplomasi kolektif yang menyatukan kekuatan negara-negara Selatan dalam satu suara. Ketika negara-negara besar semakin terpolarisasi oleh kepentingan geopolitik, G-77 justru bisa menjadi penengah yang netral dan memperjuangkan solusi damai atas konflik-konflik regional dan global. Inisiatif ini hanya dapat terwujud jika solidaritas internal diperkuat dan kepemimpinan kolektif dijalankan secara inklusif.

Konflik seperti perang di Ukraina, ketegangan Laut Cina Selatan, hingga pertikaian di Timur Tengah menuntut pendekatan baru yang tak selalu dikendalikan kekuatan militer atau ekonomi besar. Dalam situasi seperti ini, G-77 bisa menawarkan diplomasi berbasis kebutuhan pembangunan dan keadilan global, bukan kepentingan kekuasaan.

Ketua G-77 saat ini, Uganda, membawa semangat baru untuk memperkuat kerja sama Selatan-Selatan. Di bawah kepemimpinan Presiden Yoweri Museveni, forum ini mendorong pendekatan komplementer antarnegara berkembang yang saling memperkuat, bukan saling bergantung. Skema perdagangan baru, investasi antarnegara Selatan, dan kemitraan teknologi dapat menjadi langkah nyata menuju kemandirian kolektif.

Peran aktif negara-negara Asia seperti India, Indonesia, Tiongkok, dan Pakistan sangat penting dalam mendorong keberhasilan misi G-77. Dalam South Summit di Kampala, kehadiran India melalui Menteri Negara Urusan Luar Negeri V. Muraleedharan memperlihatkan keseriusan untuk menghidupkan kembali kekuatan G-77 sebagai aktor diplomasi yang berpengaruh.

G-77 bukan sekadar forum untuk keluhan negara-negara miskin. Justru kini, banyak negara anggotanya seperti Brasil, Indonesia, Meksiko, dan Turki telah menjadi kekuatan ekonomi menengah yang memiliki pengaruh regional besar. Kolaborasi mereka dapat mengangkat kredibilitas G-77 di hadapan kekuatan global seperti G7, G20, atau BRICS.

Sebagai organisasi terbesar dari negara berkembang dalam sistem PBB, G-77 memiliki legitimasi untuk menantang dominasi narasi utara global. G-77 dapat menjadi motor penyusunan tata dunia baru yang lebih adil, di mana konsensus diutamakan dan perbedaan tidak selalu berarti permusuhan. Melalui forum ini pula, diplomasi Selatan dapat memperjuangkan reformasi sistem keuangan dan perdagangan internasional yang selama ini dinilai eksploitatif.

Dalam isu perdamaian, G-77 dapat mengambil inisiatif menciptakan “platform dialog multipolar” yang menjembatani perbedaan antara blok negara besar. Dengan jumlah negara anggota yang mewakili mayoritas populasi dunia, G-77 bisa menjadi suara mayoritas diam yang selama ini tertutup oleh dominasi elit global.

Pendekatan berbasis solidaritas Selatan juga penting untuk mendorong penyelesaian damai konflik internal negara anggota. Dalam beberapa kasus, G-77 dapat berperan sebagai fasilitator dialog domestik seperti di Sudan, Myanmar, atau Haiti, dengan menawarkan pendekatan budaya dan ekonomi yang lebih diterima dibandingkan tekanan dari luar blok.

Agenda perubahan iklim, yang kerap membebani negara berkembang, juga dapat diadvokasi melalui G-77 agar skema transisi energi global memperhatikan keadilan historis dan kapasitas negara. Alih-alih hanya menuntut, G-77 bisa mengusulkan solusi berbasis pengalaman lokal seperti pertanian regeneratif, energi desa mandiri, dan digitalisasi berbasis komunitas.

G-77 juga perlu memperkuat struktur institusionalnya agar lebih responsif terhadap krisis global. Pembentukan sekretariat tetap dan mekanisme pengambilan keputusan yang efisien perlu dikembangkan untuk menghindari stagnasi. Selain itu, keterlibatan sektor swasta dan akademisi dari negara anggota bisa meningkatkan kualitas rekomendasi dan strategi forum ini.

Dalam jangka panjang, keberhasilan G-77 dalam menjadi kekuatan perdamaian dunia multipolar bergantung pada keseriusan negara-negara anggotanya untuk tidak terjebak dalam blok-blok geopolitik baru. Semangat Bandung 1955 yang mengilhami lahirnya G-77 harus terus dihidupkan sebagai dasar diplomasi global yang berbasis pada kesetaraan, non-intervensi, dan keadilan sosial.

Dunia multipolar bisa menjadi dunia yang lebih damai jika suara Selatan tidak lagi diabaikan. G-77 telah menempuh perjalanan panjang sebagai simbol perjuangan negara berkembang. Kini saatnya, forum ini memainkan peran lebih aktif bukan hanya dalam pembangunan, tapi juga sebagai penentu arah masa depan perdamaian dunia.


loading...

0 comments: